Danum.id, Palangka Raya – Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di Kalimantan Tengah (Kalteng) dari tahun ke tahun semakin menunjukkan hasil. Terbukti, semakin naiknya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalteng menjadi kategori tinggi (70,42) di 2018.
Namun ada sisi lain harus dicermati pemerintah, di tengah naiknya angka IPM itu apabila dilihat mendalam terkait gender, ternyata pembangunan SDM perempuan masih ketinggalan, terpaut jauh dari progres SDM laki-laki.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalteng, angka IPM Kalteng sejak 2014 hingga 2018 menunjukkan tren positif, secara berturut-turut yaitu 67,77; 68,53; 69,13; 69,79; dan 70,42.
Sedangkan IPM Perempuan, tercatat 64,29 pada 2014 dan berangsur naik menjadi 66,39 pada 2018. Jauh berbeda dengan IPM Laki-laki, terlihat lebih unggul yaitu 71,96 pada 2014, berangsur naik menjadi 74,49 pada 2018. (lihat data disamping)
Sementara apabila melihat data IPM berbasis gender tiap kabupaten/kota terlihat Kota Palangka Raya menjadi daerah yang paling tipis rentang perbedaan antara IPM menjurut jenis kelamin Laki-laki dan perempuan.
Anggota DPRD Kalteng, Tomy Irawan menilai persoalan ini harus ditanggapi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng dengan membuat kebijakan yang pro gender. Artinya, harus lebih menggenjot lagi perhatian kepada program perempuan.
“Data BPS ini bisa menjadi landasan pengambilan kebijakan, serta mensupport eksekutif agar membuat program-program yang lebih perhatian ke perempuan, menyentuh langsung terutama di bidang pendidikan, kesehatan, selain daripada peningkatan infrastruktur,” terang Tomy, Rabu (4/12/2019).
Ia pun berharap, ke depan, jurang antara IPM antara laki-laki dan perempuan menjadi semakin dangkal. Dimana hal ini menunjukkan keberpihakan pembangunan bukan didasarkan gender, tetapi menyeluruh dirasakan masyarakat di Provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini.
Sementara itu di lain tempat, Kepala Bidang Statistik Sosial pada BPS Kalteng, Ambar Dwi Santoso saat mengisi materi Workshop Wartawan di Aquarius Boutique Hotel Palangka Raya, menegaskan pentingnya menguatkan basis data saat menulis tentang perkembangan pembangunan daerah.
Lembaga BPS, kata dia, sangat bisa menjadi rujukan mendapatkan data, selain dari data yang di peroleh dari dinas atau badan lingkup pemerintah daerah. Wartawan di Kalteng, bisa menyoroti suatu topik dengan pendekatan jurnalisme data, maka hasilnya akan lebih menarik.
“Sangat beragam data yang disajikan BPS Kalteng yang bisa dijadikan rujukan memperoleh data untuk penguatan berita. Kita bisa melihat dan membandingkan perkembangan dari tahun ke tahun suatu topik. Misalnya ekonomi terkait perkembangan inflasi dari tahun ke tahun, atau data kesehatan misalnya angka kesakitan suatu daerah yang mana dari sini kita bisa ketahui kenapa daerah tinggi stunting, dan lain sebagainya,” beber Ambar.
Dengan menulis berdasarkan data, lalu membandingkan perkembangan dari tahun ke tahun, lanjutnya, akan mampu menyajikan berita menarik namun tidak menghakimi. Sebab sumber data rujukan memang tersaji dengan metologi yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
“Misalnya bicara akibat Stunting tadi, ini bicara tentang perempuan dan bayi. Indikatornya atau ukurannya adalah apa yang terjadi di 1000 hari pertama kelahiran. Bisa dicek pada 2013 ada 36 persen angka stunting, lalu di 2018 34 persen dan 2019 juga 32 persen, wartawan pasti timbul inquiry bertanya kenapa demikian?” cetusnya. (Mrz/red)