Danum.id, Palangka Raya – Daerah boleh saja mendatangkan barang impor, namun sayang apabila barang yang didatangkan dari negara lain tersebut tidak maksimal menggerakkan ekonomi riil.
Sebaliknya, harus mampu membuat ekonomi bergerak. Oleh karena itu, produk impor sebaiknya bukan barang jadi melainkan barang mentah atau setidaknya alat-alat pendukung produksi.
Demikian ditandaskan Kepala BPS Kalteng Yomin Tofri saat rilis berita statistik bulanan di Gedung BPS Kalteng Jalan KP Tendean Palangka Raya, Senin (2/12/2019).
“Impor yang didatangkan itu harus dimanfaatkan untuk geraknya ekonomi riil di tengah masyarakat. Kalau tidak ya rugi, hanya praktis berperan konsumen saja,” terang Yomin didampingi Kepala Bidang Statistik Distribusi Bambang Supriono.
Ia mengatakan, impor tidak semestinya dimaknai negatif, sepanjang memang digunakan menunjang produksi di daerah pengimpor yang bersangkutan. Di sisi lain, harus diimbangi dengan rajin ekspor agar dapat ekonomi makin kuat.
“Misalnya impor mesin pesawat mekanik, itu akan menunjang produktifitas, menghasilkan barang-barang (lagi) sebagai outputnya. Jangan dibayangkan ini mesin pesawat terbang ya,” tandasnya.
Yomin mengingatkan, masyarakat dalam negeri agar terus menggenjot produktifitas. Sebab kalau asing yang bertumbuh investasinya, maka yg menikmati hanya asing. Apalagi dibelanjakan bukan di daerah tempat produksi atau di dalam negeri. Semakin gigit jari karena tidak ada value added (nilai tambah) bagi sekitar.
Untuk diketahui, total nilai impor naik 80,17 persen yakni dari USD 6,96 juta (September 2019) menjadi USD 12,54 juta (Oktober 2019).
Secara kumulatif, impornya turun 68,51 persen dari USD 195,35 juta (Januari-Oktober 2018) menjadi hanya USD 61,51 juta (Januari-Oktober 2019).
Sedangkan nilai ekspor Kalteng selama Oktober 2019 mencapai USD 130,84 juta, meningkat 36,80 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang senilai USD 95,64 juta. Peningkatan ini dipengaruhi oleh bertambahnya transaksi ekspor batu bara.
Kendati kenaikan transaksi perdagangan impor cukup tinggi, namun nilainya cukup rendah sehingga neraca perdagangan luar negeri tetap mengalami surplus. (Mrz)