Memotret Kalteng, Ini Kacamata Baca Aktifis saat Diskusi ‘Majelis Raboan’

0
Para Aktivis Muda Kalteng saat Gelar Diskusi di "Majelis Reboan"

danum.id – Cara pandang kontekstual diharapkan melahirkan orientasi baru dalam membangun daerah. Hal ini yang ingin dikuatkan generasi muda dalam membendung pragmatisme dalam menangkap fenomena saat ini.

Beberapa aktivis muda Kalimantan Tengah (Kalteng) pun membuat diskusi berkala untuk menangkap isu aktual dan mendialogkannya bersama. Harapannya, tercetus ide-ide yang baik, logis, konstruktif untuk Kalteng ke depan.

“Kita sering bicara ingin membangun Kalteng, tetapi sering kali pula tidak menyentuh subtansi yang dibangun apa dan darimana, lalu sudah sampai mana. Itulah gunanya kita berdiskusi untuk memecahkannya,” kata Rano Rahman, saat memulai diskusi Majelis Raboan di Fussion Cafe, Rabu (9/10/2019) sore.

Diskusi lintas organisasi, lintas ormas bahkan lintas generasi ini disepakati untuk digelar setiap pekan. Sebelumnya, forum diskusi yang sama digagas Lakpesdam NU Kalteng dan Pemuda Katolik pada pekan lalu di tempat yang sama dengan topik ‘kebangsaan dan keberagaman kita’.

Mencuat dalam diskusi kali ini, berbagai topik yang disuarakan tentang Kalteng antara lain tentang lingkungan, yakni bagaimana Kalteng menyikapi bencana asap. Topik tentang politik Kalteng yang masih sering menyajikan politik identias, bukan mengutamakan program dan kebijakan. Isu sosial budaya, yakni bagaimana masyarakat saat ini

“Indikator keberhasilan dan atau kegagalan pembangunan di daerah, ini kadang yang tidak dikemukakan di publik seperti di media sosial misalnya, tetapi kita lebih suka terjebak pada suka dan tidak suka kepada sosok tertentu, lalu membela atau membencinya,” cuat Moses Agus, aktifis Pemuda Kaltolik.

“Justru itu yang paling penting, cara ber-literasi kita. Kadang kali kita terkooptasi pada satu informasi, lalu kurang bahan pembanding. Sehingga pada konteks politik yang sedang hits sekarang misalnya, kita sering tergiring narasi pro atau narasi kontra. Maka seharusnya kita membuat arus baru dalam membaca dan kuncinya adalah indikator tadi,”  timpal Ketua PW Lakpesdam NU Kalteng, M Roziqin.

Masalah gerakan mahasiswa juga tak luput dari perhatian, terkait bagaimana membaca aksi mahasiswa sekarang ini. Pola dan caranya hampir tak berubah yaitu aksi turun jalan, yang seringkali kurang fokus pada goal atau subtansi.

“Menyikapi kegelisahan mahasiswa misalnya, sudah saatnya beranjak dari model New Social Movement  atau dikenal GSB pada dekade lalu, menjadi New Virtual Movement untuk saat ini karena generasi Z sudah mendominasi. Maka cara harus berbeda,” ulas Krismes Santo, aktivis  FKPKT yang mantan Wapres BEM UPR ini.

Ilham Mu’amar, aktivis PCTA Kalteng mengilustrasikan saat ini banyak narasi di platform media sosial, masyarakat digiring untuk ‘mari mebangun Kalteng, tetapi masih belum kepada membangun literasi agar masyarakat melek informasi.

“Bagaimana bisa memberikan literasi supaya bisa sampai ke daerah. Yang terjadi saat ini tidak membangun kepahaman sosial dan politik hingga ke daerah pelosok.

Freddy Simamora menekankan agar aktivis muda tetap pada satu visi perjuangan yang sama, yaitu menjadi corong masyarakat luas. “Yaitu yang menampilkan suara-suara rakyat yang tidak mampu bersuara di bawah. Dan, senior jangan sampai membelah yuniornya di bawah,” tukasnya.

Diskusi kali ini dihadiri antara lain Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM (Lakpesdam) NU Kalteng, Pemuda Katolik Palangka Raya, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Palangka Raya, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) Kalteng, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kalteng, Forum Komunikasi Pemuda Kalimantan Tengah (FKPKT) dan Pemuda Cinta Tanah Air (PCTA) Kalteng. (Mrz/red)