danum.id, Palangka Raya – Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI, H. Muhammad Dawam, SH.I, MH membahas upaya Deradikalisasi yang dilaksanakan di Indonesia, saat menyambangi Institut Teknologi dan Sains Nahdlatul Ulama (ITS NU) Kalimantan.
Bertajuk Diskusi Kelompok Terfokus(FGD), kegiatan yang diinisiasi Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PWNU Kalteng itu, menghadirkan dosen dan mahasiswa serta civitas akademika ITSNU lainnya serta dan pihak terkait, jurnalis, dan mahasiswa perguruan tinggi lain.
Dalam diskusi bertema “Radikalisme dan Upaya Deradikalisasi di Indonesia” itu, Dawam didapuk sebagai narasumber tunggal, dan unsur lainnya sebagai penanggap. FGD berlangsung 2 jam, Selasa sore (20/12/2022), bertempat di kampus ITS NU Jl. RTA Milono Km 3,5 Palangka Raya.
Kegiatan hasil kolaborasi Lakpesdam dan ITSNU itu dihadiri Rektor ITSNU Kalimantan, Dr. HM Katma F Dirun, Ketua FKPT Kalimantan Tengah Prof. Dr. Khairil Anwar, perwakilan Densus 88 AT Polri, dan Bakesbangpol Provinsi Kalteng.
Terkait aksi ekstrimisme dan terorisme, Anggota Kompolnas RI HM Dawam menegaskan bahwa masalah utama yang menjadikan paham radikal ekstrem keagamaan mengatasnamakan agama adalah sejatinya ingin mengganti Pancasila dengan paham khilafah. Karena beranggapan dasar negara menggunakan Pancasila tidak sempurna, dan belum memenuhi tujuan berislam. Karena itu, kelompok itu ingin bentuk negara Islam secara formal.
“Itu terjadi karena menjadikan yang seharusnya menjadi sarana dijadikan sebagai tujuan, atau dalam bahasa pesantren wasilah/sarana dijadikan goyah/tujuan. Nah itu menjadi masalah besar,” tegas Dawam.
Karena Pancasila itu bagi perumus negara atau founding fathers dan para ulama yang ikut merumuskan, lanjut dia, adalah sebagai wasilah atau sarana saja. Tujuannya adalah adil makmur, sejahtera rakyatnya, dan penegakan hukum yang presisi. Adapun bentuk negara hanya sarana saja, bukan yang wajib/keharusan.
“Jadi Indonesia ini menciptakan Pancasila, itu bukan sebagai tujuan akhir atau ghoyah tetapi sebagai wasilah saja. Pancasila adalah sistem bernegara yang dijadikan sarana untuk membangun masyarakat Indonesia supaya sejahtera secara sosial, presisi secara hukum, adil dan makmur bisa tercapai,” beber Dawam.
Kaum radikal itu, sambung Dawam, merasa dan meyakini bahwa kalau negara itu sudah pakai khilafah maka sudah selesai masalah segalanya. Problem Kemiskinan, ketimpangan, dan masalah sosial lainnya seakan selesai dengan satu jurus yaitu sistem khilafah. Sistem yg lain salah, itulah yang menjadi problem.
“Radikal ekstrim termasuk kaum-kaum intoleran dan teroris itu, salahnya adalah menjadikan suatu wasilah dijadikan tujuan, bahkan pembom Ali Imron misalnya, pernah mengatakan meskipun Indonesia adil makmur jaya tetapi kalau khilafah tidak diterapkan di republik ini maka bom masih akan terjadi di mana-mana,” cerita dia.
“Itulah yang menjadi tugas deradikalisasi yang kita galakkan. Maka saya sepakat apa yang dilakukan oleh Lakpesdam NU Kalteng untuk menjadikan salahsatu model deradikalisasi dengan berbaur dengan masyarakat dengan membentuk rumah/klinik konseling, melalui diskusi saling tukar pikiran yang menenangkan” tutupnya.
Sementara itu Ketua Lakpesdam NU Kalteng, M. Roziqin mengatakan, konsep ‘Klinik Konseling Radikalisme’ yang digagas adalah membantu secara teknis pihak terkait dengan lebih humanis, memasyarakat, dan menyentuh ke para korban yang terpapar atau keluarganya dan perlu sharing dari konselor.
“Ini bentuk sinergitas kami dengan pihak institusi terkait, dan bersifat melengkapi. Kami yang teknis di lapangan dan bersentuhan, sehingga korban merasa didampingi dan mendapat masukan agsr yang terpapar bisa sadar dan hidup normal kembali,” jelasnya.
Sedangkan Rektor ITSNU Kalimantan, Katma F Dirun mengatakan, akan membahas lebih mendalam lagi kepada mahasiswa dan dosen ITSNU terkait bagaimana radikal dalam keilmuan yang itu merupakan positif, dan bagaimana radikalisme yang merupakan hal negatif. (Red)