Danum.id, Palangka Raya – Radikalisme di Indonesia sudah sedemikian berkembangnya dan bukan saja ancaman tetapi sudah menimbulkan korban di sejumlah daerah. Agar bibit radikalisme itu tidak semakin menjalar, sejumlah elemen melakukan gerakan.
Salah satunya ditunjukkan oleh Forum Pemuda Dayak (Fordayak) Kalimantan Tengah (Kalteng). Mereka melakukan aksi di Kota Palangka Raya dengan menyampaikan pesan kalimat imbauan terkait bahaya radikalisme kepada publik Kalteng, Senin (14/10/2019) sore.
Ketua umum Fordayak Kalteng, Bambang Irawan memimpin langsung gelaran aksi damai tersebut. Sejumlah pengurus Fordayak cabang yang ada di kabupaten/kota juga turut memasang spanduk di Bundaran Burung jalan RTA Milono tersebut.
“Kami beserta beberapa ormas yang lain, sepakat menggelar aksi damai dengan memasang spanduk bertuliskan pesan-pesan damai yang mudah dibaca, untuk memberi pesan kepada masyarakat tentang bahaya radikalisme yang mengusik negara ini, jangan sampai masuk dan merusak Kalteng,” tandas Bambang.

“Pesan damai ini sekaligus bentuk dukungan kami kepada aparat untuk sama-sama menjaga negara ini atas ujaran, tindakan, atau gerakan yang malah mendukung ideologi menyimpang dan tidak dibenarkan hidup di negeri damai ini. Pancasila dan NKRI harga mati, jangan usik NKRI dan Pancasila oleh ideologi negara khilafah,” tambahnya.
Pemasangan spanduk ini juga di dukung beberapa ormas antara lain GP Ansor, Banser, Lakpesdam NU, Motong Tejeb, Pasukan Lawung Bahandang, Kapakat Dayak Kalteng, Gepak Palangka Raya, Perkumpulan Pemuda Dayak Kalteng, dan semua cabang Fordayak se-Kalteng.
Pemasangan spanduk pada sore ini merupakan kali kedua, sebab aksi gelar spanduk ini sebelumnya sudah pernah dilakukan pada Rabu pekan lalu. Namun hanya berumur dua hari, ada tangan jahil yang merusak dan melepasnya.
Bambang juga menegaskan, upaya ini sekaligus dukungan ormas Fordayak yang ada di Kalteng, untuk kondusifitas Indonesia menyongsong pelantikan presiden dan wakil pada 20 Oktober 2019, dimana pemimpin terpilih adalah berdasarkan Pemilu demokratis.
“Rabu yang terdahulu, kami sudah pasang. Resmi, karena perijinannya juga kami urus kepada dinas terkait akan tetapiJumat pagi spanduk yang terpasang hilang semua. Nah, rupanya ada pihak yang tidak bertanggungjawab, merasa tertekan, atau sengaja memicu sehingga sengaja mengambilnya. Mungkin ini dari pihak pihak yang tidak senang dengan adanya pesan-pesan damai yang telah kita sampaikan,” pungkasnya.

Sementara itu di tempat yang sama, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PWNU Kalteng, M. Roziqin, mengatakan, fenomena memaksakan kehendak untuk berupaya mengganti sistem demokrasi faktanya ada dan massif. Radikalisme juga kian banyak ditemukan dan karena itu ia menyarankan program deradikalisasi harus secara massif pula.
“Radikalisme mengatasnamakan agama juga kian mudah kita temukan, bahkan menyasar generasi muda di kampus-kampus. Kami dari Lakpesdam mendorong untuk semua pihak melakukan deradikalisasi, instansi terkait utamanya Kementerian Agama,” tukasnya.
Narasi untuk menilai bahwa sistem bernegara yang digunakan di Indonesia buruk atau tidak cocok, lanjut dia, adalah dalam kerangka ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan NKRIn, dan itu juga massif.
“Faktanya ada, sekelompok orang yang selalu bersuara mempertanyakan kembali dan meragukan Pancasila serta NKRI. Bagi kami di NU, Pancasila sudah final, NKRI dan Bhinneka Tunggal ika untuk negara majemuk ini sudah pas. Indonesia sudah berdiskusi lama tentang ini, sejak 1945,” tandas Roziqin.
“Adapun kalau dibilang ada masalah di praksisnya, itu boleh saja, ya mari bersama perbaiki praktik bernegara kita. Tetapi bukan dengan cara mengganti sistemnya,” pungkasnya. (Mrz/red)