Danum.id, Palangka Raya – Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suharso Monoarfa membuka resmi Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil) I Kalimantan Tengah (Kalteng), Minggu (4/8/2019) sore.
Mukerwil yang dilaksanakan di Ballroom Luwansa Palangka Raya ini dihadiri seluruh pengurus PPP dari Dewan Pengurus Cabang (DPC) se-Kalteng, selain dari perwakilan Pemerintah Provinsi dan Dewan Adat Dayak Kalteng.
Suharso yang pernah menjabat Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini mengatakan, PPP Kalteng sudah harus memikirkan konsep-konsep Kalteng ke depan, untuk kemudian gagasan itu disampaikan kepada pemerintah setempat.
Dalam kesempatan tersebut, ia sekaligus memotivasi bahwa PPP pusat di era 80-an, sangat berjasa dalam memunculkan gagasan yang tidak biasa alias melampaui pada zamannya. Misalnya PPP mengajukan kepada negara agar memikirkan membangun lima universitas diatas rata-rata.
“Saya tahu karena buka-buka dokumen tahun 80-an, ternyata pendahulu kita begitu hebat pemikirannya, melampaui politisi atau teknokrat pada zamannya. PPP secara resmi usul agar negara membangun 5 universitas masa depan, yang diatas rata-rata nasional dan dipecah di berbagai daerah,” ungkapnya.
Beberapa dekade kemudian, lanjutnya, ternyata terbangun Universitas tentang Kemaritiman yang dibikin di Sulawesi Utara, lalu Universitas tentang Teknologi di letakkan di Bandung, lalu Universitas Kedokteran masa depan diletakkan di Surabaya.
Jadilah Trendsetter, Jangan Follower
Kepada kader, Suharso mengajak berfikir serupa yakni memikirkan apa yang dibutuhkan daerah, melalui adu gagasan atau konsep kepada pemerintah daerah. Apalagi Kalteng menjadi calon lokasi pemindahan Ibukota. Kader harus menjadi pemulai hal baru (trendsetter), bukan pembuntut saja (follower).

“Untuk di Kalteng, ayo kita harus pikirkan apa yang harus dimiliki Kalteng ke depan. Kita harus jadi konseptor, trandsetter, jangan jadi follower. Kita harus bisa konsepkan bagaimana atasi kemiskinan, tawarkan bagaimana konsep melindungi minoritas. Gagasan dan pemikiran ini, disesuaikan dengan kearifan lokal,” tandasnya.
Sementara terkait Pemilu 2019, Suharso mengkritik demokrasi prosedural yang sedang berlangsung serta mahalnya ongkos pemilu namun tetap tidak berhasil mengantarkan pada kualitas keterpilihan wakil rakyat. Buktinya, semakin banyak calon berkualitas yang justru tidak terpilih.
Ia juga mengkritik sistem baru dalam perhitungan kursi. Pasalnya, suara PPP banyak terbuang, meski jumlah yang dikantongi banyak pada akhirnya tidak membuahkan kursi.
“Dengan sistem ini maka semua partai fokus cari suara sebanyaknya dengan cara apapun dan cara mengemas yang menarik. Ini juga pemilu termahal karena digabung dengan Pilpres. Karena mahalnya itulah sehingga hanya yang berduit yang berpotensi,” tuturnya. (Mrz/red)