PBNU Minta Agar Pemerintah Tiongkok Bebaskan Muslim Uighur Beribadah

0

Danum.id, Meulaboh – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Robikin Emhas menegaskan organisasi PB NU telah menyampaikan kepada pemerintah Tiongkok melalui Kedutaan Besar Tiongkok untuk Indonesia agar umat muslim Uighur bisa bebas beribadah.

Selain itu, PBNU juga meminta agar penentuan kebijakan penanganan radikalisme berbasis agama melibatkan organisasi keagamaan dan pemuka agama Tiongkok, termasuk dalam menentukan kebijakan mengenai pengertian dan indikasi radikalisme.

“Persoalan Uighur merupakan persoalan yang tidak tunggal tetapi bersifat kompleks. Ada separatisme, terorisme, radikalisme, dan salah kaprah otoritas pemerintah dalam mendefinisikan radikalisme. Misalnya ada kampanye terbuka produk halal lalu dilabeli radikal. Tentu saja selain soal perang dagang,” kata Robikin di Meulaboh, Senin (23/12/2019).

Selain itu, problem lain yang mendasar bagi pemeluk agama (apa pun agamanya), ujar Robikin, pemeluk agama di negara tersebut tidak bisa menjalankan peribadatan di sembarang tempat.

“Boleh dibilang hanya boleh menjalankan peribadatan di tempat ibadah dan ruang privat. Di kantor pemerintah, tempat kerja dan lembaga pendidikan tidak boleh, kecuali lembaga pendidikan berbasis agama,” imbuhnya.

Hal itu, sambung dia, terjadi karena regulasinya memang mengatur seperti itu. Sementara pada level konstitusi Tiongkok memberi jaminan kebebasan bagi warga Tiongkok untuk memeluk atau tidak memeluk suatu agama dan keyakinan.

“Itu yang saya bilang di media sebagai problem regulasi yang solusinya juga melalui pengubahan regulasi,” tuturnya.

Menurutnya, PB NU mengormati kebijakan dalam negeri suatu negara, termasuk Tiongkok dalam setiap upaya mempertahankan keutuhan wilayahnya, dengan tetap menjunjung dan mengedepankan martabat kemanusiaan dalam proses penanganannya.

“Kita patut mendukung pemberantasan terorisme. Karena terorisme bertentangan dengan ajaran agama mana pun dan tidak dibenarkan berdasar nilai kemanusiaan yang bersumber dari ideologi apapun,” jelasnya.

“Tanpa bermaksud mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok, kita berharap agar Tiongkok memiliki perspektif baru dalam mendefinisikan kebebasan menjalankan peribadatan bagi pemeluknya. Sehingga setiap pemeluk agama dalam melaksanakan peribadatannya, sesuai ajaran agamanya,” tandas dia.

Begitu juga dalam menentusan batasan apa yang disebut sebagai radikal, sehingga tidak ada orang yang mengamkanyekan makanan halal atau meminta menu halal di restoran lalu dikategorikan radikal dan dilakukan penindakan.

Sebagai konsekuensinya, sambung dia, muslim Uighur yang berada di lembaga vokasi tidak bisa melakukan peribadatan. Jangankan shalat jamaah dan shalat Jumat, shalat sendiri juga tidak bisa.

Hal itu terjadi karena lembaga vokasi yang oleh media barat disebut sebagai camp penyiksaan tersebut, bukan kategori lembaga pendidikan berbasis agama. Sementara regulasi yang berlaku melarang peribadatan di kantor pemerintah, tempat kerja atau lembaga pendidikan (kecuali lembaga pendidikan berbasis agama).

“Ini yang saya maksud sebagai problem regulasi dan perlu ada perubahan kebijakan,” jelasnya.

Namun jika yang dimaksud Muslim Uighur adalah selain mereka yang mengikuti pendidikan vokasi, mereka dapat menjalankan peribadatan seperti muslim Tiongkok lainnya, baik di tempat ibadah maupun di rumah masing-masing.

Terhadap hal itu, PBNU telah menyampaikan ke duta besar (Dubes) Tiongkok untuk Indonesia di Jakarta pada 10 April 2019 lalu, sewaktu dia bertamu ke Kantor PBNU.

Dalam kesempatan itu, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil dan jajaran pengurus harian lainnya menyampaikan kepada Dubes Tiongkok agar umat beragama dapat melaksanakan peribadatan sebagaimana tuntunan agama masing-masing.

Selain itu, PBNU juga meminta agar penentuan kebijakan penanganan radikalisme berbasis agama melibatkan organisasi keagamaan dan pemuka agama Tiongkok, termasuk dalam menentukan kebijakan mengenai pengertian dan indikasi radikalisme.

“Begitulah cara NU menyampaikan suatu harapan, tidak diumbar di jalanan,” terangnya.

Hal senada ketika suatu kesempatan Dubes Amerika Serikat di Jakarta bertandang ke Kantor PBNU. Ketua Umum PBNU juga menyampaikan harapan antara lain, agar pemeluk umat beragama di Amerika Serikat mendapat kesempatan yang sama layaknya pemeluk agama kebanyakan, Nasrani, supaya ada libur saat Hari Raya Idul Fitri,” katanya. (Ant/Fhr/red)