Danum.id, Jakarta – Belakangan ini semakin mencuat adanya kelompok remaja yang menggandrungi ‘mabuk pembalut’. Terkait sebabnya, justru harus diperhatikan semua pihak. Kenapa demikian?
Pakar psikologi mengungkapkan salah satu faktor yang mendorong remaja melakukan tindakan mabuk-mabukan dengan menggunakan rebusan pembalut itu karena kemudahan mendapatkan bahan.
“Kemudahan mendapatkan bahan dan juga kemudahan mendapatkan informasi seperti cara meracik dapat mereka dapatkan dari teman atau internet,” ujar Maharani Ardi Putri, M.Si, Psi, Psikolog di Jakarta saat dihubungi Jumat, (9/11/2018).
Seperti diketahui, baru-baru ini ditemukan perilaku kenakalan remaja yang mabuk menggunakan air rebusan pembalut di sejumlah daerah di Jawa Tengah, Yogyakarta, hingga Belitung Timur. Hal tersebut telah dikonfirmasi oleh Badan Narkotika Nasional, dimana air rebusan tersebut sebagai pengganti narkotika.
Kepala Biro Humas dan Ventura di Rektorat Universitas Pancasila itu pun mengatakan bahwa perilaku mabuk atau memilih untuk mabuk itu, dalam bentuk apapun itu kurang menggunakan akal sehat.
Putri Langka, panggilan untuk psikolog cantik ini, mengungkapkan mengungkapkan faktor lain sebagai pendorong, yakni remaja umumnya masih bergantung kepada orangtua, terutama mengenai finansial.
Namun, karena keinginan mereka untuk mencoba mabuk dan memiliki dana terbatas, akhirnya mereka berlari ke bahan alternatif yang lebih murah dan mudah didapat.
“Remaja juga cenderung memiliki konformitas yang besar dengan peer group-nya. Artinya, dorongan untuk menyerupai kelompoknya sangat penting bagi remaja. Itulah sebabnya remaja selalu memerhatikan teman sebayanya, dan berusaha mengikuti tren yang diterima pada kelompok yang ia inginkan,” jelas dia.
Remaja, sambungnya, tertantang untuk merasakan sensasinya, meraciknya, dan mendapatkan pujian dari peer group-nya.
“Remaja memang memiliki ciri-ciri senang mencoba dan seringkali kurang memiliki pertimbangan resiko, sehingga biarpun bahan adiktif yg dicampurkan tidak jelas tanpa memikirkan efek samping yang ditimbulkannya,”
Oleh karena itu, orang dewasa agak sulit memahami perilaku mereka dan diperlukan kajian mendalam agar kita dapat memahami cara mereka berpikir dan mengambil keputusan.
“Termasuk juga dengan orang dewasa yang membuat perencanaan pencegahan maupun intervensi. Di rumah, sekolah dan masyarakat tentunya perlu secara terus menerus mengajak remaja untuk terbiasa berpikir kritis dan percaya diri” lanjut Putri.
Remaja yang kritis, diharapkan dapat membuat pertimbangan yang logis dalam mengambil keputusan. Dan kepercayaan diri dapat membantu remaja untuk tidak sekadar ikut-ikutan dengan temannya dan berani mempertahankan pendapat maupun value mereka. (ant/red)