Kaum Muda Bahas Dinamika Hukum dan Politik Pasca Putusan MK, Ini Kata Mereka

0

Danum.id, Palangka Raya – Perbincangan mengenai hasil Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi topik yang digemari kalangan muda warga Kota Palangka Raya. Buktinya, saat digelar diskusi mengenai hal tersebut, tidak kurang dari 45 pemuda yang mayoritas berstatus mahasiswa lintas peguruan tinggi, hadir meramaikan.

Forum diskusi tersebut digelar Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Kalimantan Tengah (Kalteng) di Kedai Nukita jalan G Obos VII Palangka Raya pada Rabu (8/11/23) malam. Tidak hanya mahasiswa, sejumlah dosen turut menjadi penanggap materi diskusi.

Topik yang dikupas adalah “Dinamika Hukum dan Politik Jelang Pilpres 2024 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pandangan Kaum Muda”. Jalannya diskusi, dipandu Favi Aditya, ahli komunikasi media sekaligus akademisi.

Karena menjadi topik aktual dan sedang hangat dibicarakan, diskusi yang dihelat dua jam sejak Pukul 19.00 WIB itu, tidak ada yang beranjak dari kursi hingga akhir sesi. Dua narasumber utama yang diundang hadir berasal dari dua sisi, yaitu Firman, SH., MH. mewakili akademisi bidang hukum, dan Misran Haris, S.H dari sisi praktisi hukum/advokat.

“Diskusi malam hari ini sangat menarik karena topik yang dibahas merupakan peristiwa yang lagi viral digunjingkan di negara kita saat ini. Sebagai mahasiswa atau dikatakan anak muda, saya anggap keputusan MK ini sebenarnya tidak masalah, tapi juga memberikan ruang kepada kami para kaum muda untuk berproses dan berfikir,” komentar Yuyun Sanjaya, salah satu peserta diskusi asal IAIN.

Beda lagi komentar Andri Styaiful Rahman, mahasiswa asal PMII Palangka Raya. Ia ragu dan mempertanyakan ketika putusan MK yang bersifat final, tapi kemudian dianggap banyak orang telah mencederai rasa keadilan atau kebenaran.

“Menurut UU Kehakiman Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, bahwasanya keputusan hakim tidak bisa diganggu gugat kecuali ada daripada produk hukum diatasnya. Sedangkan ini putusan MK bersifat final dan binding. Yang saya pahami, hakim punya hak untuk memutuskan perkara. Nah ketika dinilai kok tidak mencermikan kebenaran dan atau keadilan bagi, lalu bagaimana ini menyikapinya,” ucap dia bertanya ke narasumber.

Sementara itu, komentar juga datang dari Panji, dosen Ilmu Politik asal UPR. Menurut dia, fenomena yang terjadi sekarang terkait putusan MK, adalah fenomena hukum politik, alias tak semata hukum saja.

“Malam ini menarik topik yang dibicarakan. Karena background saya bukan ilmu hukum tapi ilmu politik, maka mencermati fenomena yang jadi isu seksi, atau trending topik di publik kali ini, saya melihat bahwa permasalahan adalah bicara trah kekuasaan dalam konteks konstelasi politik. Dan disana yang bicara adalah Hukum Politik versus Politik Hukum,” katanya berseloroh.

Sementara itu, menanggapi berbagai pertanyaan yang ditujukan, Misran Haris selaku praktisi hukum dan advokat berpraktik, mengatakan hal menarik. Yaitu bahwa dalam suatu persidangan, bukan bicara keadilan saja melainkan kebenaran. Dan kebenaran itu milik yang menang karena bukti-bukti dan lainnya yang mendukung sehingga meyakinkan hakim dalam menjatuhkan putusan.

“Jadi saat berproses dalam persidangan, itu bukan logika keadilan tetapi kebenaran, tepatnya adalah kebenaran itu berpihak kepada siapa?. Dan Advokat, tentu akan memperjuangkan kebenaran versi klien yang didampingi saat beracara,” tukasnya.

Terkait proses pada Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), menurut Haris, tidak bisa merubah apa yang sudah diputuskan hakim MK, karena tidak memiliki kewenangan untuk itu. Sehingga Ketua MK selaku terlapor, masih bisa melawan karena hanya ancamannya hukuman administratif alias hanya dicopot saja, tidak mengundurkan diri dari jabatan hakim MK.

Sedangkan Akademisi Hukum dari UPR, Firman, memberikan sejumlah tanggapan, antara lain bahwa hakim adalah corong hukum. Bahkan hakim bisa melakukan penemuan hukum. Norma hukum yang misalnya dikatakan kabur, itu diperjelas.
Kalau ada kekosongan hukum, maka bisa dicover oleh hukum/peraturan yang lain yakni analogi hukum atau perbandingan.

“Itu yang seharusnya bisa dilakukan MK atau hakim, bukan over mengambil apa yang dilakukan legislatif. Ini abu-abu dan ini saya katakan MK pun pakai hukum progresif,” tuturnya.

Hal kedua menurut Firman, adalah putusan mengenai Batasan calon Presiden dan Wakil Presiden, meskipun sah-sah saja karena bersifat final dan mengikat, namun tetap menjadi preseden dalam perjalanan hukum di Indonesia.

“Putusan ini menarik, karena akan menjadi Preseden, yaitu apakah menjadi sejarah baik ataupun buruk, kita lihat dari riwayat atau catatan. Dalam hal tersebut kita mempertanyakan apakah yang terjadi ini politik hukum, atau politik kekeluargaan. Bahkan dalam kesimpulan saya, ini merupakan hukum progresif. Kenapa? Lebih adil dibandingkan kepastian hukum,” tandas dia.

Sedangkan tentang Keputusan MKMK yang sudah keluar tadi sore, sambung Firman, tak lain adalah sebagai obat atau peredam saat gejolak publik begitu kuat dalam merespon apa yang terjadi di Gedung MK. Sebab keputusan MK dan proses yang menyertainya tersebut, mencederai Marwah MK.

“Terkait keputusan yang baru terbit MK sudah menyalahi topoksinya sendiri. Karena dalam UU No.24 Tahun 2023 bahwa kewenangan MK hanya ada beberapa. Kemudian yang diuntungkan adalah kelompok-kelompok atau golongan yang sudah merencanakan terkait politik hukum, yang kemudian ini menjadi cacatan jelek bagi sejarah bangsa kita,” simpul dia.

Sementara itu, Ketua Lakpesdam NU Kalteng, M. Roziqin mengatakan dalam sambutan pengantar, bahwa lembaganya fokus menyediakan ruang diskusi bagi kaum muda, baik akademisi, aktivis, maupun mahasiswa. Topik malam ini Dinamika Hukum dan Politik Pasca Putusan MK menarik karena sedang menjadi hot topik.

“Tempat ini, Kedai Nukita, menjadi tempat bagi Lakpesdam menyedikan ruang dan waktu berdiskusi dan berdialog mengenai isu-isu actual atau hangat jadi perbincangan. Setiap pekan selalu kita adakan, namanya Diskusi Kolong Langit. Malam ini adalah trip yang keempat, dan ini peserta terbanyak dibanding acara sebelumnya. Besok Jumat malam kami kembali hadir, dengan topik tentang pernikahan dilihat dari Hukum Administrasi Kependudukan,” terangnya. (red)