Danum.id, Kupang – Dalam kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR RI, secara institusi PDIP harus ikut bertanggungjawab atas apa yang terjadi pada kadernya.
Demikian ditandaskan DR. Johanes Tuba Helan, SH, M.Hum, Ahli hukum administrasi negara Universitas Nusa Cendana (Undana). Ia mengatakan, PAW ada aturan tersendiri dan tidak boleh dipaksakan.
Ia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kasus suap PAW yang dilakukan caleg PDIP Harun Masiku kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan, yang kini ditangani KPK RI.
“Alasannya, karena PDIP yang memulai dan memaksakan kehendak untuk mengusulkan adanya PAW, walaupun bertentangan dengan aturan,” kata Johanes, Senin (13/1/2019).
“Demi keadilan, PDIP harus ikut bertanggungjawab. Tanggungjawab hukum tidak boleh hanya dibebankan pada Komisioner KPU yang terkena operasi tangkap tangan (OTT), karena PDIP yang memulai dan memaksakan kehendak untuk melakukan PAW,” tambahnya.
Pemaksaan kehendak dari PDIP ini bisa dibuktikan dari pernyataan KPU, yang menyebutkan bahwa sudah tiga kali PDIP mengajukan permohonan PAW, namun tetap ditolak oleh KPU.
Mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTB-NTT ini menambahkan, sesungguhnya masalah PAW sudah ada aturan yang sangat jelas. Yakni jika Anggota DPR meninggal dunia maka digantikan oleh calon yang memperoleh suara terbanyak berikutnya.
Namun, komisioner KPU yang terkena OTT kemungkinan menjamin bahwa tidak harus demikian, tetapi digantikan oleh calon urutannya jauh di bawah dengan ketentuan harus membayar sejumlah uang, sehingga hal ini termasuk suap.
“Sebenarnya apa yang diperjanjikan ini mustahil terjadi, dan elit partai paham aturan ini, tetapi dengan sadar mau melanggar,” pungkasnya. (Ant/Fhr/red)