Danum.id, Palangka Raya – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Tengah (Kalteng) terus menggodok rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang sampai sekarang ini pembahasannya belum selesai.
Untuk mematangkan Raperda ini, lembaga legislatif Kalteng ini berencana akan mengundang Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng, untuk menghindari salah paham terkait pembahasan Raperda Pengendalian Karhutla tersebut.
“Undangan kepada DAD Kalteng itu sedang dipersiapkan,” kata Ketua Tim Pembahasan Raperda Pengndalian Karhutla DPRD Kalteng, Agus Susilasani di ruang press room DPRD Kalteng, Senin (17/6/2019).
Menurut dia, Tim Pembahasan Raperda tersebut selalu berkomitmen tetap mempertahankan hak-hak masyarakat peladang maupun pekebun, serta selalu mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi dalam pembahasannya.
Susilasani menegaskan, dalam rangka pengayaan materi Raperda tersebut pihaknya terbuka dan menerima saran serta masukan dari berbagai elemen masyarakat. Ini demi terwujudnya cita-cita kelestarian lingkungan hidup yang tetap menghormati prinsip kearifan lokal di Kalteng.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Kalteng itu mengaku Raperda Karhutla telah melalui pembahasan yang panjang karena dalam pasal 5 dan pasal 6, sekalipun melarang setiap orang dan atau perusahaan membakar lahan, namun tetap masih memberi pengecualian kepada masyarakat peladang maupun pekebun tradisional membuka lahannya dengan cara pembakaran terkendali khusus di lahan bukan gambut.
Pembukaan lahan dengan cara pembakaran terkendali oleh masyarakat yang diatur di raperda itu dirumuskan atas dasar kearifan lokal, sebagaian tercantum dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Tetapi, seperti kita ketahui bersama, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian dan Bappenas, sejak awal sudah meminta pasal 5 dan 6 dalam Raperda itu untuk diubah ataupun dihapus,” beber Susilasani.
Meski ada permintaan mengubah dan menghapus dari Pemerintah Pusat, namun DPRD bersama Pemprov Kalteng sepakat untuk memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi masyarakat di provinsi ini dalam berladang maupun berkebun.
Sebab, berladang maupun berkebun merupakan mata pencarian sebagian masyarakat Kalteng sejak turun-temurun. Salah satunya, Anggota DPRD Kalteng itu mengatakan upaya memperjuangkan tersebut dengan melakukan pertemuan dan fasilitasi dengan Kementerian Dalam Negeri pada tanggal 5 April 2019.
“Dalam fasilitasi tersebut ada perubahan kata dari ‘Kearifan Lokal’ menjadi ‘Masyarakat Hukum Adat’, yang kemudian berkembang dalam pembahasan Raperda Pengendalian Karhutla tersebut,” jelasnya.
Setelah mendengar paparan Biro Hukum Pemprov Kalteng tentang perbedaan masyarakat adat dan masyarakat hukum adat, serta mekanisme penetapannya yang harus melalui peraturan gubernur (Pergub) atau peraturan bupati (Perbub), akhirnya dalam pembahasan diusulkan kembali perubahan kalimat pasal 5 ayat 3 di Raperda Darkarhutla.
“Dalam pasal 5 ayat 3 itu, masyarakat hukum adat diganti dengan masyarakat peladang dan pekebun yang tujuannya agar dalam penerapannya nanti diharapkan lebih memudahkan masyarakat,” ucap Susisalani. (Ant/Afn/red)