Harga Listrik Surya dan Baterai Diperkirakan Lebih Murah Pada Masa ini

0

Danum.id, Jakarta – Heboh keluhan listrik byarpet yang melanda masyarakat Indonesia akibat listrik jaringan tidak mampu mengkover angka kebutuhan daya listrik sebab mahalnya ongkos jaringan, rupanya bakal bisa ditangani dengan cara lain yang lebih murah.

Namun sayangnya, jenis pembangkit lain yang ‘dihitung’ lebih murah ini, bisa teraplikasi bukan sekarang tetapi diperkirakan satu dekade mendatang.

Adalah Institute for Essential Service Reform (IESR) yang memperkirakan pada satu dekade mendatang atau 2028, harga listrik dari pembangkit surya dan tenaga baterai lebih murah dari listrik jaringan (grid).

“Harga listrik solar pv dan baterai akan jadi murah. Ini akan meningkatkan risiko aset PLN dan IPP.  Pemerintah dan perusahaan listrik perlu menyadari ancaman ini,” kata Direktur IESR, Fabby Tumiwa dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Dalam diskusi perkembangan energi listrik tersebut ia menjelaskan perlu adanya transformasi bisnis yang baru. Sebab arah kebijakan energi dan kelistrikan Indonesia masih bertolak belakang dengan tren global. Perubahan yang terjadi di sektor energi, kata Fabby, dalam bentuk dekarbonisasi, digitalisasi, dan desentralisasi pembangkit.

Semakin murahnya harga energi baru terbarukan sebaiknya diwaspadai oleh para pemangku kepentingan untuk segera berinovasi dalam pengembangan bisnisnya. Hal ini berdasarkan dari semakin kuatnya tekanan dari dunia internasional mengenai pengembangan energi baru terbarukan guna menurunkan emisi gas rumah kaca.

Sementara itu sebelumnya, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) berharap para investor dari negara-negara Uni Eropa dapat menjadi mitra dalam mengembangkan sektor EBTKE yang saat ini masih terus digencarkan di Indonesia dalam rangka memenuhi target yang ada di dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Harris yang mewakili Dirjen EBTKE dalam kegiatan tahunan Green Energy Technology (GET) oleh European Union Business Avenue in South East Asia (EUBA), mengatakan bahwa kini penggunaan teknologi bersih sudah menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia.

“Indonesia berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca 29 persen pada 2030. Dengan bantuan investasi luar negeri, pemerintah optimis dapat mengurangi emisi hingga 41 persen,” kata Harris.

Hal itu, jelas dia, sejalan dengan semangat peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), yang selain dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern akan energi, juga merupakan upaya pengurangan karbon emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil.

Oleh karena itu, pemerintah sangat mengharapkan investasi untuk pengembangan sektor EBT di Indonesia, yang menitikberatkan pada aspek-aspek kesejahteraan sosial, penciptaan iklim bisnis yang kondusif, serta faktor-faktor pertumbuhan ekonomi.

“Pengembangan EBT difokuskan kepada ketahanan energi, peningkatan rasio elektrifikasi, penyebaran yang merata, dan harus dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya. (ant/Mrz)