Danum.id, Palangka Raya – Manajemen pengelolaan lingkungan hidup perlu direncanakan dengan maksimal dan diawasi dengan baik pula oleh pihak terkait, guna menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Kompleksitas pengelolaan lingkungan dari hulu ke hilir ini, menjadi fokus tinjauan mahasiswa Program Doktoral (S3) Ilmu Lingkungan Angkatan II Universitas Palangka Raya (UPR). Terlebih Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya sistematis, telah diatur dalam UU Nomor 32 tahun 2019.
Hal ini menjadi salah satu yang dicermati saat melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) 2018 di PT Kapuas Prima Citra (KPC), Sabtu (24/11/2018) lalu. Perusahaan pertambangan yang beroperasi di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat (Kobar) ini, melakukan aktivitas pengolahan mineral gelena. PT KPC sudah memiliki Smelter dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS).
Hal inilah menjadi salah satu alasan KPC menjadi tujuan PKL. Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalteng, Ermal Subhan menyebut, diperlukan upaya untuk mengendalikan dampak pencemaran maupun kerusakan lingkungan akibat aktivitas pengelolaan mineral.
“Mulai dari kegiatan penambangan hingga proses pemurniannya dibutuhkan komitmen yang tinggi. Penanganan sumber-sumber dampak yang mempengaruhi kualitas udara, tanah, air permukaan, sosial ekonomi, budaya, dan kesehatan masyarakat di PT KPC ini perlu kita dengar, kita lihat, dan kita gali atau kita diskusikan sebagai bahan kajian,” beber Ermal yang juga menjadi mahasiswa S3 UPR dan juga ikut dalam PKL ini.
Dari pihak manajemen perusahaan, pada pertemuan itu juga banyak menjabarkan pihaknya memproduksi timah hitam sesuai metode dan teknologi pengolahan yang tepat, menerapkan peraturan keselamatan kerja dan lingkungan dalam operasional smelter, serta memerhatikan aspek teknis pengolahan mineral.

Menurut salah seorang mahasiswa S3 yang kesehariannya bekerja sebagai konsultan/auditor lingkungan hidup, Parluhutan Dodo Binoto, mengatakan terkait komitmen perusahaan dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan itu sangat penting.
“Justru itu (komitmen) yang penting diawasi, betul nggak apa yang direncanakan dalam dokumen, dengan realisasi di lapangan,” sebut Ketua kelas Angkatan II ini, Rabu (28/11/2018).
Selain itu, ada beberapa hal lain yang diungkapkan PT KPC. Untuk produksi, ada kalanya bisa ekonomis, tetapi kurang ramah lingkungan dan sebaliknya. Dari aspek teknis misalnya, biaya mahal untuk mendapatkan pompa yang tahan asam. Selain aspek itu, juga kebijakan pemerintah, karena perusahaan ini mengaku masih kesulitan proses mendapatkan IPPKH wilayah tambang.
Masalah ini menarik perhatian salah satu mahasiswa, M Roziqin, saat berlangsung sesi diskusi. Kebijakan pemerintah, ujarnya, ikut mempengaruhi pembangunan ekonomi hijau baik di pertambangan, perkebunan, dan lainnya. Menyelesaikan masalah, harus mengetahui peta masalahnya.
“Kadang kala mengejar aspek ekonomisnya, tetapi tidak ramah lingkungan. Atau bisa jadi mengejar aspek lingkungannya, tetapi penerapan produksi hijau menelan biaya mahal. Ini selain karena aspek teknis, juga kadangkala akibat kebijakan pemerintah, sehingga perlu adanya regulasi yang komperehensif tetapi efisen,” ucapnya.
Ada sebanyak 12 mahasiswa program doktoral yang mengikuti PKL selama dua hari, Jumat-Sabtu (23-24/11/2018) tersebut. Dua pejabat UPR turun langsung sebagai pendamping PKL, yaitu Direktur Pasca Sarjana UPR, Prof Dr. Ir Yetrie Ludang, MP, dan Ketua Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan, Prof. Dr. Bambang S Lautt, M. Si.
Ada empat tempat yang dikunjungi, yaitu perkebunan besar swasta (PBS) Kelapa Sawit, PT Gunung Sejahtera Dua Indah (GSDI) dan Perusahaan Pertambangan PT KPC, Pemkab Kobar serta Polres Kobar. (red)