Danum.id, Palangka Raya – Sosok KH Bisri Syansuri, pendiri Pondok Pesantren (PP) Manbaul Ma’arif Denanyar Jombang Jawa Timur, yang makamnya dilangkahi Cawapres Sandiaga Uno dan Capres Prabowo Subianto saat ziarah di makam tersebut, adalah sosok pencetus lambang Ka’bah untuk partai persatuan pembangunan (PPP).
KH Bisri Syansuri merupakan kakek dari Presiden ke-4 Indonesia, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Beliau juga merupakan tokoh pendiri Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916, sebelum akhirnya melahirkan Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926.
“Kita harus menghormati ketokohan beliau, ke-ulama’an beliau, dan kiprahnya untuk negeri ini. Beliau juga yang mengusulkan agar PPP menggunakan logo Ka’bah atas hasil istikharah beliau,” ungkap Ketua DPW PPP Kalteng, Awaludin Noor, Senin (12/11/2018).
Maka dari itu, sebagai generasi penerus NU dan sebagai kader PPP, Awaluddin pun mengimbau semua pihak, apapun pangkat dan jabatannya, untuk menghormati sang Kiai. Karena selain Ulama, banyak jejak-jejak beliau sebagai pejuang kemerdekaan RI.
Hingga akhir hayatnya Kiai Bisri masih menjadi Anggota DPR yang sangat disegani, Rais ‘Aam PB NU, Rais Aam Majelis Syuro DPP PPP, namun tetap memimpin dan aktif mengasuh PP Mambaul Maarif Denanyar yang beliau rintis.
Seperti halnya Sang Guru, Hadratusyekh KH Hasyim Asy’ari yang berjuang membela tanah air dan membebaskan bangsa ini dari penjajahan, demikian juga Kiai Bisri. Dilansir dari NU Online dan Media Aula, menyebutkan pada masa perjuangan, Kiai Bisri bergabung dalam barisan Sabilillah dan pernah menjabat sebagai Kepala Staf Markas Besar Oelama Djawa Timoer (MBO-DT) yang bermarkas di belakang pabrik paku Waru, Sidoarjo.
Perjuangan para kiai ini sangat penting dalam upaya mempertahankan kemerdekaan dan bahkan menjadi salah satu titik-penting dalam mengorbankan semangat perjuangan arek-arek Suroboyo hingga pecah pertempuran 10 November 1945.
Namun perjalanan hidup Kiai Bisri bukan hanya di ranah organisasi NU atau kemiliteran di barisan Sabilillah namun juga di kancah politik-Pada masa-masa awal kemerdekaan, Kiai Bisri menjadi anggota Badan Pekerja KNIP mewakili Masyumi.
Pemilu 1955 yang merupakan Pemilu pertama dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, mengantarkan Kiai Bisri menjadi anggota konstituante, sampai lembaga perwakilan itu dibubarkan oleh Presiden Soekarno lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Namun perjalanan Kiai Bisri di dunia politik tidak pernah surut. Ketika pemerintah Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soekarno menetapkan kebijakan penyederhanaan partai politik dan mengharuskan organisasi-organisasi politik bergabung pada tiga wadah: keagamaan, kekaryaan dan demokrasi, Kiai Bisri Syansuri bergabung dalam PPP.
Dalam kepengurusan PPP yang dibentuk pada 1971 itu KH Bisri Syansuri diangkat sebagai Rais ‘Aam Majelis Syuro PPP. Bahkan Ka’bah yang dijadikan lambang PPP adalah ciptaannya sebagai hasil istikharah. Lambang Ka’bah ini pula yang menjadi magnet kuat dan sangat sangat penting sebagai aset partai yang sangat berharga.
KH Bisri, yang merupakan salah seorang pendiri Taswirul Afkar atau Nahdlatul Fikri (kebangkitan pemikiran) pada tahun 1918 ini lahir di Tayu, Jawa Tengah, pada 18 September 1886. Ia merupakan keturunan dari Kiai Khalil Lasem, Kiai Ma’sum dan Kiai Baidawi dari Tayu.
Belajar ilmu agama sejak kecil, mulai dari Kiai Soleh dan Kiai Abd Salam di Tayu, Kiai Kholil Kasingan Rembang, Kiai Syu’aib Sarang Lasem, hingga Kiai Kholil Bangkalan pernah menjadi tempatnya menuntut ilmu, sebelum akhirnya mengenyam pendidikan pesantren di Tebuireng yang diasuh KH Hasyim Asyari, selama enam tahun bersama kawan karibnya-yang kemudian menjadi kakak ipar- yaitu KH Wahab Hasbullah.
KH Bisri Syansuri mendirikan pondok pesantren di Denanyar pada 1917 ketika beliau berusia 31 tahun, setelah mendapat restu dari KH Hasyim Asyari, gurunya. Pesantren yang didirikan itu mencetak santri dari berbagai daerah, dari waktu ke waktu terus berkembang hingga ribuan jumlahnya. KH. Bisri meninggal di Jombang tanggal 25 April 1980 pada usia 94 tahun. Beliau dimakamkan di kompleks Pesantren Denanyar, Jombang. (Mrz/red)